*~aGusJohn’s Blog~*

Mengalir Bagaikan Air

#074: Angan Seorang Buruh Kecil

Masyarakat di sekitar lingkungan Chekov dibesarkan mengatakan, Chekov adalah seorang pemuda yang cemerlang. Sejak kecil ia sudah menunjukkan kenakalan yang luar biasa. Setiap hari hampir tidak ada anak tetangga yang tidak menangis akibat ulahnya. Naluri sebagai jiwa pemberontak sudah mulai kelihatan tatkala dia dengan berani melawan orang yang lebih tua, yang dianggapnya berbuat tidak adil di kampungnya. Seorang kepala desa pun pernah ia lempar dengan batu kerikil, karena ia sangat membenci ulah dan kelakuan kades yang tidak patut ditiru itu.

Chekov kecil sudah mulai lancar membaca koran sejak masih TK. Semasa sekolah, ia selalu menyabet rangking terbaik. Ia termasuk pemuda yang serba-bisa. Ia tak punya hobi yang spesifik. Dalam dirinya, mengalir darah seni. Suaranya merdu bila menyanyi. Terutama lagu-lagu Nostalgia. Ia juga pandai melukis. Hobi terbarunya adalah membaca dan menulis. Semuanya itu, ia peroleh secara otodidak, karena kedua orang tuanya tidak mewariskan ilmu apapun kepadanya. Kecuali petuah dan kebajikan. Baca lebih lanjut

November 15, 2006 Posted by | Ideologi Sikap Otak, Sastra | , | Tinggalkan komentar

#073: Jiwa yang Lusuh

Gelap mulai merayap. Ia terus berjalan, sore itu, menyusuri jalanan trotoar, pulang menuju rumah kontrakannya. Begitu sampai, ia lalu benamkan pikirannya dalam tumpukan bibliografinya. Terlalu banyak ide bagi Chekov untuk menuangkan semua pernik-pernik hidup ini dalam satu dekapan otaknya. Bila dituruti, sehari bisa banyak ide yang keluar dari sel-sel otaknya. Tapi, ada kesibukan lain yang tak bisa berkompromi untuk mengaktualisasikan segala inspirasi itu. Karenanya, terkadang ia terlalu lelah dalam balutan ide dan gagasan besarnya.

Jam kerja kantor telah usai sudah. Angka menunjuk 17:00, ruangan kantor telah sepi. Chekov sudah keluar ruangan sebelum jam 16:00 tadi. Baginya, adalah sebuah pembunuhan usia duduk di kantor tanpa aktivitas pengembangan diri. Sangat tidak berguna. Apalagi, mekanisme manajemen kantornya tak seprofesional yang ia harapkan. Ia menyadari penuh, kantornya saat ini hanyalah sebuah tempat singgah untuk menyambung hidup. Tak lebih dari itu. Itu terpancar dari style Chekov yang cenderung bebas-anti aturan dan tidak mau terjebak pada hal-hal yang membelenggu. Baca lebih lanjut

November 15, 2006 Posted by | Ideologi Sikap Otak, Sastra | , | Tinggalkan komentar

#072: Duka Seorang Chekov

Hujan rintik menyelimuti Batavia di pagi hari, awal abad 21 ini. Matari sudah beberapa bulan mengalah, tak menunjukkan lagi keperkasaannya. Awan-mendung berarak membuat gelap ibukota. Di sana-sini jalanan aspal basah merata. Mobil merayap lambat di atasnya. Di antara lalu-lintas yang padat itulah, terselip seorang pemuda berperawakan kurus, berkacamata tebal meniti jalan demi jalan menuju tempat kerjanya, yang berjarak sekitar 500 m dari rumah kontrakannya. Dengan muka masam, ia berjalan gontai sambil membawa beberapa buku bacaan. Pagi benar ia sudah berangkat, menyisiri kali kecil di pinggir jalan, menuju kantornya.

Aku mengenalnya: Chekov. Seorang pemuda berbakat, dari keluarga miskin yang mencoba peruntungan hidup di kota besar, Batavia. Ia besar secara otodidaks, karena hobi dan bakatnya tak sejalan dengan latar bekalang pendidikannya. Ia termasuk pemuda periang. Optimis dalam menatap masa depan. Tapi, sebentar! Tidak dengan pagi ini. Wajahnya kelihatan bermuram-durja. Baca lebih lanjut

November 15, 2006 Posted by | Ideologi Sikap Otak, Sastra | , , | Tinggalkan komentar