*~aGusJohn’s Blog~*

Mengalir Bagaikan Air

#149: Jaka Tingkir: Jalan Berliku Menjemput Wahyu (:Res)

joko tingkirJudul: Jaka Tingkir: Jalan Berliku Menjemput Wahyu
Penulis: Gamal Komandoko

Penerbit: Diva Press
Tahun: Cet-1, Desember 2008
Hal: 411 halaman
Tempat Beli: TB Sarinah Lt-6
Tanggal Beli: 13 Mei 2009
Harga: 50.000,-
Diresensi Oleh: aGusJohn

Kasultanan Demak.
Raden Patah, Sultan Demak Bintoro cemas. Bukan terhadap bupati atau wilayah yang membangkang, tapi terhadap keberadaan Kebo Kenongo alias Ki Ageng Pengging. Sebagai sesama cucu Brawijaya, Raden Patah pantas cemas karena Kebo Kenongo belum juga mau tunduk kepadanya. Dia khawatir, Kebo Kenongo akan menjadi “duri dalam daging” dalam pemerintahannya.

Raden Patah sangat khawatir karena takut sejarah Raden Wijaya yang mendirikan Tarik yang kemudian menjadi Majapahit dan memisahkan diri dari Jayakatwang, Singosari terulang. Dia juga tidak ingin seperti kasusnya Arya Wiraraja (ayahnya Ranggalawe) di Lumajang yang kemudian memberontak Raden Wijaya di era awal berdirinya Majapahit. Apalagi, Kebo Kenongo adalah cucu tertua Raja Brawijaya, yang berarti juga misanan (sepupu)-nya sendiri. Kebo Kenongo adalah putra Pangeran Jayaningrat yang masih keturunan Gajah Mada, dan ibunya adalah Pambayun, putri sulung Raja Brawijaya terakhir.

Walaupun tidak dalam kondisi ingin memberontak, pengaruh dan wibawa Ki Ageng Pengging cukup membuat miris hati Raden Patah, mengingat 40 tetua Tanah Jawa memiliki hubungan dekat dengan Ki Ageng Pengging; yang kesemuanya itu murid-murid Syekh Siti Jenar. Diantaranya: Ki Ageng Banyubiru, Ki Ageng Butuh, Ki Ageng Ngerang, Ki Ageng Majasta, Ki Ageng Getas Aji, Ki Ageng Tambakbaya, Ki Ageng Tembalang, dll (hal 14). Dengan pengaruh yang begitu besar, sementara Ki Ageng Pengging diperingatkan berkali-kali tapi tidak mau tunduk, sangat bisa dipahami betapa gusarnya hati Raden Patah. Baca lebih lanjut

Juni 3, 2009 Posted by | RESENSI BUKU, Sejarah & Peradaban | , , , , , , , , | 4 Komentar

#137: Sunan Gunung Jati: Sekitar Komplek Makam dan Sekilas Riwayatnya (Res:)

sgj-cover1Judul : Sekitar Komplek Makam Sunan Gunung Jati dan Sekilas Riwayatnya
Penulis :
Hasan Basyari

Penerbit :
Zulfana Cirebon
Tahun : 1989
Tebal : 63 halaman

Syarif Hidayatullah atau yang sering disebut dengan Sunan Gunung Jati merupakan salah satu anggota Wali Songo; penyebar agama Islam di Jawa di era Majapahit akhir. Dia adalah seorang raja (pemimpin rakyat), sekaligus wali (pemimpin spiritual, muballigh, da’i) dan sufi.

Dia adalah Putra dari Maulana Ishaq Syarif Abdillah, penguasa kota Isma’iliyah Arab Saudi –bukan dari Aceh. Dia juga bukan Fatahillah atau Faletehan seperti yang disebut-sebut dalam sebagian catatan sejarah. Faktanya adalah terdapat makam Fatahillah (Ki Bagus Pasai) di sisi makam Sunan Gunung Jati. Lagipula, Sunan Gunung Jati hidup di era Raden Patah, Sultan Demak pertama. Sedangkan Fatahillah datang dari Aceh pada masa pemerintahan Sultan Trenggana, sultan Demak ke-3 setelah Dipati Unus. Repotnya, pembuktian oleh masyarakat umum sangatlah sulit akan keberadaan makam dua tokoh yang berbeda tersebut, karena adanya batasan masyarakat umum tidak diijinkan untuk bisa masuk mencapai pintu ke-9, tapi hanya sampai pintu ke-2 saja. Baca lebih lanjut

April 1, 2009 Posted by | Religi, RESENSI BUKU, Sejarah & Peradaban | , , , , , , , , | 47 Komentar

#136: Ilir-Ilir: Antara Keluarga dan Makna Filosofinya

ayun1Ilir-ilir,
ilir-ilir….
tandure wis sumilir…
tak ijo royo-royo, tak sengguh temanten anyar…..

bocah angon,
bocah angon….
penekno blimbing kuwi…
lunyu-lunyu penekna, kanggo mbasuh dodotiro…

Dodotiro,
dodotiro….
kumitir bedah ing pinggir…
dondomana, jrumatana kanggo seba mengko sore..
mumpung padhang rembulane.
mumpung jembar kalangane…..

Artinya:

p13100083(Ilir-ilir,
ilir-ilir…
tanamannya sudah berkembang/bersemi..
tampak menghijau ibarat pengantin baru..

anak gembala,
anak gembala..
panjatlah blimbing itu..
meski licin panjatlah, buat mencuci kain

kain,
kain…
yang sedang robek pinggirnya..
jahitlah dan tamballah untuk menghadap nanti sore..
semampang bulan terang-benderang
semampang lebar tempatnya…) Baca lebih lanjut

Maret 27, 2009 Posted by | Family, Religi | , , , , , , | Tinggalkan komentar

#134: Siti Jenar Menggugat (Res:)

siti-jenar2Judul : Siti Jenar Menggugat
Penulis : Bambang Marhiyanto
Penerbit : Jawara Surabaya
Cetakan : ke-1, Th. 2000
Tebal : 128 halaman

Legenda Syekh Siti Jenar menjadi kontroversial; apakah figur tersebut benar-benar ada? Dan jika ada, di manakah dia dimakamkan? Apakah ajarannya itu benar ataukah salah? Jika salah, kenapa Wali Songo sampai harus menukar jenazah Syekh Siti Jenar dengan bangkai anjing ketika jenazahnya disemayamkan di Mesjid Demak?

Buku ini adalah satu dari sekian buku yang mengupas khusus tentang tokoh legenda kontroversial dari Cirebon itu. Sejak KH Abdurrahman Wahid menjadi presiden, buku-buku tentang Syekh Siti Jenar memang bagaikan jamur tumbuh di musin hujan. Banyak, dan sangat bervariasi. Khusus untuk buku ini, dalam memaparkan Siti Jenar dibagi dalam 9 bahasan.

***
Syekh Siti Jenar dikenal juga dengan sebutan Syekh Abdul Jalil atau Syekh Jabaranta atau Syekh Lemah Abang. Asal-usul Syekh Siti Jenar sebenarnya adalah Ali Hasan, putra mahkota Raja Cirebon Girang. Karena dia berani melawan ayahnya, maka dia dirubah oleh ayahnya yang seorang pendeta itu sebagai seekor cacing. Oleh ayahnya, cacing itu diletakkan di pinggir sebuah danau (Bab I). Baca lebih lanjut

Maret 19, 2009 Posted by | RESENSI BUKU, Sejarah & Peradaban | , , , , | 17 Komentar

#133: Cikal-Bakal Dinasti Mataram (Res:)

dinasti-mataramJudul: Cikal Bakal Dinasti Mataram
Penerbit: Lembaga Study dan Pengembangan Sosial Budaya
Penulis: Radix Penadi
Cetakan: 1988
Tebal: 48 halaman

Berbicara tentang sejarah Mataram, maka dibagi menjadi dua; Mataram Kuno dan Mataram Baru. Mataram Kuno yakni sejarah Tanah Bagelen. Sementara Mataram Baru, tidak bisa dipisahkan dengan sejarah lahir dan berakhirnya Kerajaan Demak dan Kerajaan Pajang. Mataram Baru adalah Mataram yang sudah tersentuh nilai-nilai Islam. Sedangkan Mataram Kuno hidup di era ajaran Hindu/Budha (Syiwa/Wisnu).

Buku ini memberikan gambaran runtutan sejarah Mataram dari proses memuainya Mataram Kuno hingga munculnya Mataram Baru. Proses evolusi sejarah Mataram ini berawal ketika raja terakhir Mataram Kuno, Mpu Sendok memindahkan pusat pemerintahan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur (Kediri) diakibatkan adanya konflik dan intrik antar keluarga kerajaan. Saling jegal-menjegal, perebutan kekuasaan menjadi hal yang biasa. Perpindahan pusat kekuasaan itu juga dikarenakan terjadinya letusan Gunung Merapi yang menghancurkan keraton dan tempat-tempat suci kerajaan. Juga dikarenakan adanya kekhawatiran dari Mpu Sendok akan bahaya serangan dari Kerajaan Sriwijaya di Palembang, yang notabene juga pelarian dari keluarga istana dalam konflik pertama di Kerajaan Mataram Kuno (era Rakai Pikatan). Baca lebih lanjut

Maret 12, 2009 Posted by | RESENSI BUKU, Sejarah & Peradaban | , , , , , , , , | 11 Komentar